Musuh' bersama warga London
The Evening Standard, koran sore gratis untuk warga London, memajang foto seorang pengawas parkir berseragam sedang sibuk dengan alat pencatatnya. Persis di sampingnya dipajang foto dia sedang ke luar dari rumah taruhan.
Ada berita kecil untuk kedua foto itu, agak nyinyir. Isinya jika diringkaskan adalah di tengah tugas, pengawas semangat pasang taruhan, tapi jelas bosnya akan lebih suka dia mencari pelanggar parkir.
Para pengawas parkir London bisa dibilang merupakan 'musuh' bersama warga dan sering menjadi sasaran The Evening Standard. Sebelumnya ada pengawas parkir yang difoto sedang mojok buang air kecil di pinggir jalan. Keterangan fotonya adalah karena dia disuruh memburu setoran habis-habisan, maka mereka sampai tidak punya waktu untuk istirahat.
Saya yakin sejumlah banyak orang pernah kebelet dan kencing di pinggir jalan, tapi kalau pengawas parkir yang melakukannya, nada pemberitaan jadi lain.
Supaya lebih jelas, tugas para pengawas parkir adalah berkeliling kota, dalam pengertian sebenarnya. Dengan berjalan kaki membawa alat pencatat dan kamera digital, mereka menelusuri pinggiran jalan yang dilarang parkir total maupun yang jamnya dibatasi. Pokoknya menghukum semua mobil yang parkir tidak pada tempatnya atau tidak pada waktunya.
Supaya lebih jelas, tugas para pengawas parkir adalah berkeliling kota, dalam pengertian sebenarnya. Dengan berjalan kaki membawa alat pencatat dan kamera digital, mereka menelusuri pinggiran jalan yang dilarang parkir total maupun yang jamnya dibatasi. Pokoknya menghukum semua mobil yang parkir tidak pada tempatnya atau tidak pada waktunya.
Denda parkir
Dendanya beragam. Di pusat kota London mencapai £130 sekitar Rp1,8 juta tapi kalau dibayar dalam waktu dua minggu pertama maka dapat potongan 50% tapi kalau telat denda akan ditambah. Sedangkan di kawasan dekat tempat tinggal saya, di pinggiran London, sekitar dua atau tiga tahun lalu, dendanya £60 juga dengan potongan setengah.
Saya tahu karena pernah juga kena denda. Dan masih terkenang jelas kejengkelan menemukan tiket denda di jendela mobil, karena hanya parkir cuma sekejap untuk mengambil barang pesanan dari sebuah toko. Amat kesal, tapi tak berdaya dan £30 melayang begitu saja. Saya sampai merasa seperti dirampok.
Perasaan seperti itu pernah dialami banyak warga London. Banyak para pengemudi mobil barang yang memasok bahan-bahan kebutuhan restoran atau toko-toko yang sering kena denda. Tapi mereka tenang saja menurunkan barangnya tidak memperdulikan si pengawas parkir yang menulis tiket denda. Buat si supir tak ada pilihan kecuali melanggar peraturan parkir dan dia bisa membebankan biaya denda ke ongkos antar barangnya.
Tapi pengemudi perorangan harus merogoh kocek sendiri. Sering terlihat pertengkaran antara pengawas parkir dan pengemudi, cuma biasanya pengemudinya yang marah-marah, sementara pengawas parkir berperilaku seperti tembok tak mendengar selain memencet-mencet alat, mencetak tiket parkir, dan menaruhnya di jendela mobil.
Yang lebih parah lagi, banyak yang menduga para pengawas parkir mendapat tekanan dari dewan kota untuk mengejar setoran setinggi mungkin. Sebagai gambaran, sepanjang 2008 dana yang terkumpul dari denda parkir di London Raya mencapai £328 juta atau sekitar Rp4,5 triliun lebih. Jumlah itu hanya dari denda parkir.
Persepsi sebagai korban
Dugaan kejar setoran membuat tak sedikit warga London yang menuduh para pengawas berlebihan dalam memberi sanksi. Misalnya saja, dua garis kuning -pertanda dilarang parkir- yang sudah tidak jelas terlihat menurut sejumlah pengemudi, tiba-tiba menjadi amat jelas terlihat di mata pengawas parkir.
Atau, menurut beberapa orang -termasuk saya- ada juga dewan kota yang mengganti-ganti peraturan untuk menjaring korban. Satu garis kuning, yang biasanya bebas parkir untuk Sabtu dan Minggu, tiba-tiba bisa ditambah keterangan hanya boleh parkir Minggu saja.
Pokoknya banyak pengemudi yang merasa menjadi bulan-bulanan pengawas parkir dan bosnya, walaupun para pengemudi itu sebenarnya jelas-jelas ya melanggar peraturan. Biarpun cuma semenit, tapi parkir di tempat yang dilarang. Memang ada proses banding, tapi repot dan banyak kalahnya.
Jadi mungkin soalnya adalah lebih pada persepsi sebagai korban yang tidak berdaya, padahal ya melanggar peraturan. Pengemudi mungkin berpendapat agar hukum parkir tidak usah dilaksanakan terlalu ketat, tapi dewan kota memutuskan hukum tidak bisa ditawar.
Mau main mata dengan pengawas? Sampai sekarang saya belum pernah membaca atau mendengar berita tentang pengawas parkir yang disuap pengemudi supaya bebas denda parkir.
Saya ingat di Jakarta sekali waktu, seorang teman kehilangan tiket ketika mau keluar dari ruang parkir. Saya tidak tahu berapa besar sanksi untuk tiket hilang, tapi teman mengambil STNK dan menyelipkan lima puluh ribu perak. 'Buru-buru Mas,' katanya. Si petugas memeriksa cuma nomor kendaraan dan jalanlah kami.
Kalau bisa mudah kenapa dibikin susah, kata orang di Indonesia. Tapi ada juga yang memilih, kalau bisa susah kenapa dibuat mudah, karena kalau susah kan harus tawar menawar dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar